
Dalam perang tanding satu lawan satu, Kapten Paris yang jago
bermain pedang tersebut kewalahan menghadapi gaya meloncat dan melayang dari
Teuku Raja Angkasah. Sehingga akhirnya Kapten Paris terluka parah namun tidak
langsung dibunuh oleh Teuku Raja Angkasah, ia diberi kesempatan untuk
memulihkan diri dan setelah sehat akan ditantang perang pedang kembali oleh
Teuku Raja Angkasah. Namun karena tipu muslihat Belanda, Teuku Raja Angkasah
tidak sempat bertanding pedang lagi dengan Kapten Paris. Tetapi, Teuku Raja
Angkasah beserta tiga orang Panglimanya dijebak oleh Marsose Belanda di Buket
Gadeng Bakongan Aceh, dalam kondisi terkepung oleh puluhan orang Marsose
Belanda, Teuku Raja Angkasah beserta 3 Panglimanya dibombardir dengan tembakan
bedil dan setelah tertembak oleh sejumlah peluru beliau masih mampu bertahan
namun berikutnya salah satu peluru berhasil menembus mulut Teuku Raja Angkasah
yang menewaskan dirinya.
Syahidlah Pahlawan dari Pantai Selatan Aceh ini bersama 3
orang Panglima Perangnya tepatnya pada tanggal 25 Oktober 1928. Salah satu
Panglimanya hanyut terbawa arus sungai, sedangkan Teuku Raja Angkasah beserta 2
Panglimanya dimakamkan bersama satu liang di kaki Buket Gadeng Bakongan Aceh
Selatan. Sesaat setelah tewas sebenarnya pihak Belanda ingin memenggal kepala
Teuku Raja Angkasah untuk di bawa ke Kutaraja untuk diperlihatkan kepada
Pejabat Kolonial Belanda, namun Raja Bakongan saat itu yang juga adalah
pamannya (dalam bahasa Aceh disebut Ayahcut) berhasil mencegahnya, sehinggal ia
dimakamkan langsung bersama Panglimanya di Buket Gadeng Bakongan Aceh.
Dalam perang
Bakongan yang dipimpin Teuku Raja Angkasah ini banyak korban dari pihak Belanda
yang saat itu diangkut dengan kapal yang bernama Kapal Putih. Kapal Putih
mengangkut berkali-kali korban dari Perang Bakongan ini untuk dibawa ke
Kutaraja (Banda Aceh) dan sebagian dimakamkan di Kerkoff, kompleks Perkuburan
Prajurit Belanda di Banda Aceh.
Perang Bakongan yang dipimpin oleh Teuku Raja Angkasah ini
membuktikan bahwa Perang Aceh melawan Belanda sesungguhnya tidak pernah
berakhir meskipun Sultan Aceh telah tertangkap pada tahun 1904 oleh Belanda.
Setelah tahun 1904 masih banyak terjadi peperangan melawan Belanda di Aceh
diantaranya adalah Perang Bakongan yang menewaskan Teuku Raja Angkasah beserta
dengan para Panglimanya. Jadi sesungguhnya Belanda tidak pernah menguasai Aceh.
Yang terjadi adalah perang terus menerus antara Aceh dengan Belanda.
Teuku Raja Angkasah
kadang-kadang disebut secara keliru dengan Teuku Angkasa atau Teungku Angkasa.
Beberapa nama jalan terutama di kota-kota di Aceh mengabadikan namanya. Selain
itu ada pula di Bandung nama jalan Teungku Angkasa atau Teuku Angkasa yang
sesungguhnya adalah bernama Teuku Raja Angkasah. Semoga Pemerintah Kota Bandung
dan kota-kota lainnya yang menggunakan nama beliau bisa menyesuaikan lagi
penamaan jalan dengan nama beliau yang benar, yaitu Teuku Raja Angkasah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi Sobat yg mau berkomentar tapi tidak mau namanya muncul di komentar silahkan pilih "Beri komentar Sebagai : Pilih (Anonymous)"